Palembang, Haluan Sumsel – Kuasa Hukum Johan Anuar, Titis Rachmawati menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkesan memaksakan Kliennya bersalah dalam persidangan lanjutan dugaan korupsi lahan kuburan yang menjerat Johan Anuar, Wakil Bupati OKU periode 2015-2020 dalam sidang lanjutan di ruang sidang Pengadilan Negeri Klas 1 A Khusus Selasa (12/1/20211).
Menurutnya, dari 10 saksi yang telah dihadirkan sejak minggu lalu persidangan dimulai belum ditemukannya keterlibatan terdakwa Johan Anuar dalam perkara ini.
Ada beberapa saksi
tersebut yang mencabut BAPnya dipersidangan, yaitu saksi Wibisono dan saksi umirtom yang sebagian mencabut ket BAP nya.
” Jadi tanggapan kami, klien kami ini belum terlihat keterlibatannya malah kesannya seperti dipaksakan agar terjerat dalam kasus ini,” katanya, Rabu (13/1/2021).
Dijelaskannya, pada saat ini Johan Anuar menjabat sebagai wakil ketua DPRD OKU. Maka dalam melakukan suatu rapat-rapat yang menghasilkan keputusan adalah merupakan suatu keputusan yang kolektip dan kolegial bukan merupakan keputusan pribadi kliennya.
Tiits pun meminta kepada lembaga antirasuah tersebut agar bersikap independen, dan berharap majelis hakim agar tidak memiliki tekanan dari pihak manapun dalam menangani kasus ini.
“Saya berharap majelis hakim tidak punya tekanan dengan nama seram KPK,” tegasnya.
Untuk itu, pihaknya masih beharap adanya keadilan dari majelis hakim, jika pun nanti tidak hasil persidangan tidak sesuai harapan pihaknya, maka lawyer kenamaan di kota Palembang ini akan membuktikan di Mahkamah Agung.
” Kita akan jalani dulu persidangan ini bagaimana pastinya klien kami ini menurut saya kesannya seperti dipaksakan agar terjerat. Nanti kalau pun tak sesuai kami akan buktikan di Mahkamah Agung,” ujarnya.
Sebelumnya, dalam persidangan saksi yang dipanggil JPU KPK berjumlah 6 orang yang hadir pada sidang ini 5 orang. Yakni, Indra Susanto selaku sekretaris pengadaan tanah, Selamet Riyadi, Kabag Perlengkapan Setda OKU, Ahmad Junaidi, Asisten I Setda,dan Iyanius, Asisten III sekaligus ketua penilai harga tanah kala itu serta Wibisono, sementara satu saksi lagi bernama Iswardi tidak hadir.
JPU KPK M Asri Irawan SH MH, mengatakan dari kelima saksi yang dihadirkan pihaknya ingin memperjelas terkait pembahasan anggaran antara badan eksekutif dan legislatif.
Menurutnya, penambahan anggaran tersebut secara tiba-tiba dilakukan diduga adanya keinginan dari sekretaris daerah kala itu. Yang mana saat itu Sekda sebagai Ketua TPAD memerintahkan agar anggaran tersebut dapat terlaksana.
“Yang kami gali disini masih seputar pembahasan anggaran antara badan eksekutif dan legislatif ada penambahan anggaran dari Rp 2,5 miliar menjadi Rp 6,5. miliar,” jelasnya.