Palembang, Haluan Sumsel – Sempat dinyatakan positif Covid-19, akhirnya persidangan terdakwa Ahmad Lutfi bisa kembali dilanjutkan di ruang sidang Pengadilan Negeri Klas 1 A Khusus secara teleconference siang ini Senin (5/1/2021).
Sidang yang dipimpin oleh ketua majelis hakim Erma Suharti ini beragendakan mendengarkan keterangan saksi yang dihadirkan langsung oleh Jaksa Penuntut Umum ( JPU) yophi Misdayana di ruang persidangan.
Dalam dakwaan Ahmad Lutfi yang saat kejadian pada tahun 2017 menjabat sebagai Ketua Unit Pengelola Keuangan dan Kegiatan Pengembangan Irigasi Rawa pada Dinas Pertanian dan Peternakan di Desa Tabala Jaya Kecamatan Bayuasin Kabupaten Banyuasin ini ditetapkan sebagai terdakwa lantaran diduga telah melakukan Penyalahgunaan jabatan pada kegiatan pelaksanaan konstruksi pengembagan irigasi rawa guna untuk memperkaya diri sendiri dengan total kerugian negara sebesar Rp 334.730.000.
Untuk itu Tim Jaksa Penuntut Umum ( JPU) menghadirkan dua orang saksi yakni Ir H Abu Ibrahim yang saat itu menjabat sebagai Kepala Dinas Pertanian pada periode tahun 2017. Dan Ir Prihar selaku kepala Pejabat Pembuat Komitmen ( PPK) Desa Tabala Jaya Kec Banyuasin periode tahun 2017.
Menurut saksi Prihar kegiatan pembuatan saluran irigasi ini merupakan program dari pemerintah dengan anggaran dana dari APBN Provinsi Sumsel pada saat itu.
“Memang saat itu dari Provinsi menyediakan anggaran dana beserta alat irigasi namun saat itu Provinsi menunjuk bahwa kegiatan tersebut dibawah naungan PPK,” terangnya dihadapan ketua majelis Hakim Erma.
Namun saat itu saksi Prihar mengaku belum mau menandatangani karena takut dan belum ada perintah dari pihak Kabupaten terkait bantuan tersebut.
“Kalau untuk ketemu dengan terdakwa belum pernah. Tapo terdakwa ini mau mengambil alih dan menyanggupi kegiatan ini dan mengatakan akan berproses sesuai dengan RUU yang telah ditetapkan pemerintah. Sehingga terdakwalah yang menandatangani kegiatan tersebut buk hakim,” tutupnya.
Namun pada saat kegiatan berjalan banyak laporan mulai dari kekurangan tanah sekitar 674 meter dan efisiensi upah yang telah ditetapkan diawal tidak sesuai yang diterima para pekerja.
“Karena beberapa alasan tersebut, akhirnya buk hakim pada tahun 2018 pertengahan proyek itu diberhentikan dan belum ada yang selesai,” ujarnya.
Sementara pengakuan saksi Abu Ibrahim ia menyatakan bahwa pembayaran upah para pekerja irigasi sawah tersebut memang sempat ditunda pada tahun 2016. Namun pada tahun 2017 dibayar sebesar 70 persen. Sementara 30 persennya dibayar pada awal tahun 2018.
“Benar buk sempat ditunda pembayarannya namun telah selesai dibayar sebelum proyek tersebut diberhentikan oleh pemerintah,” ujar Abu.
Setelah mendengarkan keterangan saksi maka sidang pun ditunda minggu depan dengan agenda masih mendengarkan keterangan saksi kembali yang akan dihadirkan oleh tim Jaksa Penuntut Umum.
“Baiklah sidang kami tunda minggu depan dengan agenda masih mendengarkan keterangan saksi,” kata Erma sambil ngetuk palu.
Untuk diketahui dalam dakwaan dijelaskan bahwa perbuatan terdakwa terancam terjerat dengan pasal 5 ayat (1) Jo pasal 5 ayat (2) undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana yang telah diubah dengan undang undang nomor 20 tahun 2001 dengan ancaman hukuman 4 tahun penjara.